LARANGAN ISBAL (MENJULURKAN PAKAIAN DI BAWAH MATA KAKI)
Lelaki
tidak diperbolehkan melakukan isbal dalam berpakaian. Isbal adalah
menjulurkan atau memanjangkan kain, baju, sarung, celana, jubah, atau
semisalnya di bawah mata kaki. Pendapat yang rajih (kuat) adalah
semata-mata isbal hukumnya haram, diancam dengan neraka. Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
مَا أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الْإِزَارِ فَفِي النَّارِ
“Sarung yang di bawah kedua mata kaki maka tempatnya di neraka.” (HR. al-Bukhari no. 5785)
Apabila dia isbal disertai dengan kesombongan, ancamannya lebih keras
lagi. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda,
لاََ يَنْظُرُ ا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا
“Pada hari kiamat nanti, Allah Subhanahu wata’ala tidak akan melihat
seseorang yang menjulurkan sarungnya karena sombong.” (HR. al-Bukhari
no. 5785 dan Muslim no. 2087)
Isbal itu sendiri sudah
menunjukkan kesombongan, sebagaimana disebutkan oleh hadits Jabir bin
Sulaim radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
ارْفَعْ إِزَارَكَ إِلَى نِصْفِ السَّاقِ فَإِنْ
أَبَيْتَ فَإِلَى الْكَعْبَيْنِ وَإِيَّاكَ وَإِسْبَالَ الإِزَارِ
فَإِنَّهَا مِنَ الْمَخِيلَةِ وَإِنَّ ا لاَ يُحِبُّ الْمَخِيلَةَ
“ Angkat sarung mu hingga pertengahan betis. Apabila engkau enggan,
sampai (atas) mata kaki. Waspadalah engkau dari isbal sarung, karena hal
itu adalah kesombongan, dan Allah Subhanahu wata’ala tidak menyukai
kesombongan.” (Shahih lighairihi, HR. Abu Dawud no. 4084 dan Ahmad 5/63)
Yang menjelaskan masalah ini adalah hadits Abu Sa’id al-Khudri
radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِزْرَةُ الْمُسْلِم إِِلَى نِصْفِ السَّاقِ وَلاَ حَرَجَ أَوْ لاَ
جُنَاحَ- فِيمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْكَعْبَيْنِ مَا كَانَ أَسْفَلَ مِنَ
الْكَعْبَيْنِ فَهُوَ فِي النَّارِ، مَنْ جَرَّ إِزَارَهُ بَطَرًا لَمْ
يَنْظُرِ اللهُ إِلَيْهِ
“Sarung seorang muslim sampai
pertengahan betis dan tak mengapa antara itu dan kedua mata kaki. Adapun
yang di bawah mata kaki tempatnya di neraka. Barang siapa yang
menjulurkan (isbal) sarungnya karena sombong maka Allah Subhanahu
wata’ala tidak akan melihat dia.” (Sahih, HR. Abu Dawud no. 4093)
Asy-Syaikh Shalih al-Fauzan berfatwa, “Tidak boleh bagi laki-laki
menjulurkan (isbal) pakaiannya di bawah kedua mata kaki. Karena Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam melarangnya dan mengancam dengan neraka,
isbal termasuk dosa besar. Jika isbal dilakukan karena sombong dan
angkuh, dosanya lebih keras lagi. Adapun jika tidak ada unsur sombong
dan angkuh, hukumnya juga haram karena keumuman larangan (dalam
hadits).” (al-Muntaqa min Fatawa al-Fauzan 3/436)
Adapun wanita
dianjurkan menjulurkan pakaiannya di bawah kedua mata kaki hingga tidak
tampak kedua telapak kakinya, namun tidak boleh lebih dari satu hasta
(dzira’). Jika ditambah dengan memakai kaos kaki, itu lebih bagus lagi.
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah pernah ditanya, “Apakah boleh
memanjangkan pakaian wanita 5 cm di bawah telapak kaki?” Beliau
menjawab, “Ya, diperbolehkan bagi wanita menjulurkan pakaiannya hingga
di bawah kedua mata kaki. Bahkan, hal ini termasuk disyariatkan bagi
kaum wanita dengan tujuan menutup kedua telapak kakinya.
Sebab,
menutup kedua telapak kaki wanita termasuk hal yang syar’i, bahkan
wajib menurut kebanyakan ulama. Seyogianya wanita menutupi kedua telapak
kakinya, bisa dengan pakaian panjang, memakai kaos kaki, atau yang
semisalnya.” Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizhahullah juga
menjelaskan, “Yang dituntut dari seorang wanita muslimah adalah menutup
seluruh tubuhnya dari pandangan laki-laki. Karena itulah, dia diberi
rukhshah memanjangkan pakaiannya seukuran satu hasta dari pertengahan
betis untuk menutupi kedua telapak kakinya. Adapun laki-laki dilarang
memanjangkan pakaiannya di bawah kedua mata kaki. Ini semua menunjukkan,
yang dituntut bagi wanita adalah menutup badannya secara sempuna.
Memakai kaos kaki termasuk tindakan ekstra hati-hati dalam menutupi
tubuh termasuk hal yang bagus, namun tetap disertai dengan pakaian yang
dipanjangkan, sebagaimana yang tertera dalam hadits.” (lihat Fatwa
al-Mar’ah al-Muslimah hlm. 244, dikumpulkan oleh Abu Malik Muhammad bin
Hamid bin Abdul Wahhab, cet. Darul Bashirah Mesir, tanpa tahun)
Hadits yang dimaksud adalah hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud (no. 4117) dengan sanad yang sahih,
dikuatkan oleh hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma yang diriwayatkan
oleh Abu Dawud juga (no. 4119) dan Ibnu Majah (no. 3581). Ibnu Raslan
rahimahullah menjelaskan, “Yang tampak (dari lafadz hadits) adalah bahwa
yang dimaksud satu jengkal (syibr) dan satu hasta (dzira’) adalah
ukuran lebih dari gamis laki-laki, bukan ukuran yang lebih dari tanah.”
(‘Aunul Ma’bud 11/138)
Dalam ‘Aunul Ma’bud 11/137 disebutkan
bahwa tambahan satu jengkal atau satu hasta dari mulai pertengahan betis
karena itu adalah posisi sarung/ pakaian laki-laki yang sunnah. Oleh
karena itu, tatkala Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam manambahkan
satu jengkal untuk wanita, Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha menyatakan,
إِذًا يَنْكَشِفُ عَنْهَا
(kalau demikian, akan terbuka [telapak kaki]nya ketika berjalan).”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun menambahkan satu hasta, sebagaimana dalam riwayat Abu Dawud di atas. Wallahu a’lam.
Semoga Bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK ANDA