Syeikh Abdul Karim Al-Khudhoir -hafizhohulloh- mengatakan:
“Tidak diragukan lagi manfaat puasa dari sisi kesehatan, (bahkan) banyak orang sakit yg diberi resep untuk berdiet dg meninggalkan makan dan minum.
Bagi yang diberi resep untuk meninggalkan makan minum, dan
dia diharuskan untuk berdiet, lalu dia mengatakan: “Daripada aku diet, lebih
baik aku puasa“. Padahal yang mendorong dia untuk puasa itu diet, apakah dia
akan mendapatkan pahala atau tidak?
Kita katakan, ini adalah penggabungan (niat) dalam ibadah,
tapi ini merupakan penggabungan yang dibolehkan. Memang tidak diragukan lagi
bahwa orang yang dorongan puasanya (hanya) ingin mendapatkan pahala dari Allah
-subhanahu wata’ala- itu lebih sempurna dan lebih afdhol.
Diet Sekalian Puasa,Bolehkah? |
Masalah penggabungan (niat) dalam ibadah ini, memang
membutuhkan lebih banyak perincian, penjabaran, permisalan, dan perbandingan.
Penggabungan suatu ibadah dengan ibadah lain ada hukumnya sendiri, penggabungan
suatu ibadah dengan sesuatu yg mubah ada hukumnya sendiri, dan penggabungan
suatu ibadah dengan sesuatu yang haram ada hukumnya sendiri.
Jadi, orang yg disuruh untuk banyak jalan, lalu dia
mengatakan: “daripada saya mengelilingi pasar, lebih baik saya thowaf, sehingga
disamping saya mendapatkan tujuanku, aku juga dapat pahala thowaf“.
Kita katakan, orang ini dapat pahala dari thowaf-nya, karena
dia tidaklah beralih dari pilihan awal ke pilihan kedua kecuali karena
menginginkan pahala.
Begitu pula orang yang tadi, dia tidaklah meninggalkan
pilihan (untuk sekedar) diet dengan tidak makan minum tanpa puasa, lalu memilih
puasa, kecuali karena menginginkan Wajah Allah subhanahu wata’ala. Namun memang
pahalanya akan berkurang.
Seorang imam, bila dia memanjangkan rukuknya karena
(menunggu) orang yang masuk masjid (agar mendapatkan rukuknya), ini merupakan
penggabungan (niat) dalam ibadah. Karena imam itu asalnya berniat untuk membaca
tasbih 7 kali, lalu ketika mendengar pintu masjid terbuka, dia berkata dalam
hatinya: “Mungkin orang ini bisa mendapatkan rakaat ini“, maka dia pun bertasbih
10 kali karena orang yang masuk tersebut, menurut mayoritas ulama hal ini tidak
mengapa, dan itu termasuk dalam bab berbuat baik kepada saudaranya.
Jika menyingkat sholat karena tangisan anak dan karena
(melihat perasaan) ibunya; dibolehkan. Maka memanjangkan sholat -tanpa ada
riya’- karena ingin berbuat baik kepada orang yang masuk tersebut lebih pantas
untuk dibolehkan”.
(dari kitab Syarah Zadul Mustaqni’ 1/17-18).
Penulis: Ust. Musyaffa Ad Darini, Lc., MA.
Referensi:
http://muslimah.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
TERIMAKASIH TELAH BERKUNJUNG JANGAN LUPA TINGGALKAN JEJAK ANDA